Haram hukumnya membaca Al Quran dengan menggunakan bahasa ‘ajam, yakni selain bahasa Arab, karena hal itu dapat menghilangkan nilai ke-ijaz-an[1] Al Quran yang telah turunkan kepada mereka. Oleh karena itu, bagi orang yang tidak mampu (melafalkan bahasa Arab) boleh menerjemah bacaan zikir atau doa di dalam salatnya ke bahasa ‘ajam, dan itu tidak berlaku untuk bacaan Al Quran,[2] melainkan ia harus berpindah ke bacaan ayat Al Quran lain yang ia mampui.[3]

Haram hukumnya meriwayatkan Al Quran dengan maknanya (bukan lafal aslinya), berbeda dengan halnya hadis, karena pada hadis (sebagian ulama) boleh dengan makna dalam periwayatanya. Dengan alasan sebagaimana yang di atas, bahwa periwayatan Al Quran dengan makna dapat menghilangkan nilai ke-‘jaz-an Al Quran yang termasuk salah satu tujuan diturunkannya.


[1] ‘Ijaz adalah unsur pada Al Quran yang dapat melemahkan lawan untuk mendatangkan semisal Al Quran, sebagaimana firman Allah menjelaskan,

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

Katakanlah, “Sesunguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al Quran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (Al Isra’: 88)

[2] Missal Al Fatihah.

[3] Apa bila tidak mampu ayat lain, maka ganti dengan doa atau zikir yang semiasal (jumlah) dengan ayat yang tidak dimampui.

Dengan kaitkata

Tinggalkan komentar